Friday, June 06, 2008

Tanggapan terhadap tulisan ANTARA PREMAN DAN SARJANA

Dari Goldian Purba ditulis pada 14 November 2002 :
Sungguh menarik analisis ini. Tapi benarkah hanya karena tertib intelektual karo tidak terangkat menjadi tokoh terkenal, baik di tingkat lokal maupun dalam wilayah yang lebih luas?
Selain itu, sebutan preman dalam konteks ini, apakah hanya untuk orang urakan, tempramental dan berani adu fisik?

Saya berpandangan, kepremanan, bukan satu-satunya modal yang diandalkan sejumlah tokoh karo yang disebutkan dalam analisis ini. Sikap yang mereka perlihatkan itu bukan wujud kepremanan tapi lebih pada cara menyampaikan sesuai yang dianggap lebih frontal atau tegas. Mereka tak mau menggunakan kalimat bersayap, atau bermulut manis sekadar agar disenangi lawan bicara atau atasannya. Pendeknya, mereka tidak munafik. Dan di balik cara tersebut, sesungguhnya mereka adalah orang-orang cerdas yang mengetahui apa mereka bicara dan bukan hanya membicarakan apa yang mereka ketahui. mereka punya sikap, tak mudah goyah pada pendiriannya.



Dari Benyamin Sitepu ditulis pada 14 November 2002:
Dengan membaca pemikiran yang dikirim Pak Ginting dibawah, mengingatkan saya tentang cerita - cerita sejarah masa lalu. Satu kenyataan, beberapa tahun sebelum merdeka Nini Bulang kami telah memiliki bibit politikus tingkat kampung. Berkonco dengan sibayak-sibayak. Dan pada saat itu beliau ditangkap dan dikirim ke Hotel Prodeo ( Nusa Kambangan, yang dijaman sekarang setara dengan penjara Alcatraz, the hotel where you never returned). Why sampai dikirim ke sana ??? Karena pada saat itu beliau mencetak uang palsu. Dapat di
describe bahwa beliau adalah seorang avonturir, smart & vrijman.

Dibalik sisi negative yang saya lihat, sebenarnya point-point tersebut diatas dapat dilihat sebagai satu hal pantas dibanggakan. Teknologi memalsukan gulden sudah kita miliki, Sibayak connection secara informal sudah ada, jiwa petualang sudah ada dan jiwa vrijman sudah ada. Sampai akhir hidupnya foto Soekarno bersama Paus merupakan foto terbesar dan
terlama digantung di rumah kami. Soekarno merupakan role model untuk beliau. Kalau kita tanyakan orang-orang tua di pedesaan, pasti Soekarno adalah tokoh idola dan role model untuk mereka. Dengan kata lain, mereka juga pingin menjadi soekarno-soekarno kecil (setidaknya dalam hati). Menjadi soekarno tidak harus menjadi pemimpin yang terkenal tapi boleh jugakan sebagai oposisi. Yang pasti semangat revolusioner sudah tertanam di masyarakat kita.

Ada bermacam-macam cara berjuang. Ada yang frontal dan ada yang disebut dengan ahimsa. Semua tujuannya sama. Satu permasalahan dalam jaman sekarang ini, dalam hati kita generasi muda apakah masih ada semangat berjuang? apakah kita mengerti arti satu
perjuangan. Perjuangan harus kita mulai dari scope kecil (lingkungan kerja) dan untuk
berkembang lebih luas, mungkin kita perlu mulai bangun karo connection. missinya mengangkat semua pemuda karo dalam semua aspek. Ini yang kita belum punya. Kita perlu belajar dari apa yang terjadi dengan saudara kita Masyarakat Tapanuli.



No comments: