Tuesday, August 26, 2008

Menyisir Benteng Putri Hijau (1)

Aku senang sekali ketika arkeolog Edward McKinnon meneleponku menanyakan apa aku bisa bergabung dengannya menyusuri Benteng Putri Hijau. tentu saja aku senang sekali. Aku sudah beberapa kali ke Pancur Gading tetapi tidak pernah menyusuri Benteng. Aku yakin perjalanan dengan McKinnon pasti akan menarik.

Kami bertemu di Museum Propinsi Sumut siang itu (3 Agustus 2008). Sudah ada Eron Damanik peneliti dari Universitas Medan. Sedianya kami akan berangkat pukul 10 pagi, tetapi terpaksa ditunda karena harus menunggu seorang peneliti dari balai Arkeologi. Kami menunggu hingga jam 11 ketika peneliti arkeologi membatalkan kesertaanya karena harus mempersiapkan acara pameran Pekan Budaya Melayu esok hari.

Kami memutuskan naik sudako (angkot khas Medan). McKinnon terlalu tinggi untuk sudako pendek begitu. Lehernya kaku menunduk ketika kami turun untuk berganti sudako di Titi Kuning.

Aku kira McKinnon akan sangat kepanasan bersempit-sempit di sudako yang baru kami naiki. Sempitnya sudako ternyata tidak menghalangi McKinnon untuk melucu. Katanya, angkot ini cukup untuk 30 orang. Tidak mungkin, hanya cukup untuk 14 orang kataku. Bisa, asal disusun dengan rapi, katanya keukeuh. Aku hanya menggeleng. Kemudian dia melanjutkan,"Nanti kalau sampai di terminal yang turun dari angkot berisi 30 orang hanya yang hidup saja katanya, saya dan Eron terbahak mendengarnya.

Di Pajak* Delitua kami turun dan membeli air mineral. Kita berjalan kaki saja, kataku. Siang amat panas. Gengsi dengan McKinnon yang segar bugar, aku berusaha tetap semangat. Sambil berjalan aku bilang,"Pak Ed, menurut seorang teman yang menghabiskan masa kecil di Delitua sekitar tahun 60-an, di Pajak Delitua dulu ada seekor kambing besar berkeliaran bebas.; Tidak ada yang mengganggu, karena menurut penduduk adalah kambingnya Putri Hijau."

Edward McKinnon hanya tersenyum. Eron menatapku dan bilang dia bemum pernah dengar. Kami terus berjalan ke arah Pamah dan akan menyusuri Lau Petani menuju Pancur Gading, di balik Benteng. (bersambung)

Pajak = pasar