Sunday, December 17, 2006

Semangat Otonomi
Editorial Sora Sirulo November

Dalam “Pendahuluan” buku berjudul Otonomi Daerah (Yayasan Harkat Bangsa, 2003), Indra J Pilliang mengutip tulisan Mohammad Hatta mengenai Otonomi Daerah, sbb.: “... Otonomisasi tidak saja berarti melaksanakan demokrasi, tetapi mendorong berkembangnya prakarsa sendiri untuk mengambil keputusan mengenai kepentingan masyarakat setempat. Dengan berkembangnya prakarsa sendiri maka tercapailah apa yang dimaksud demokrasi, yaitu pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat. Rakyat tidak saja menentukan nasibnya sendiri, melainkan terutama memperbaiki nasibnya sendiri ..” Pilliang tidak sebutkan kutipan ini sebenarnya berasal dari tulisan Hatta yang berjudul “Demokrasi dan Autonomi” di majalah Keng Po, Jakarta:27 April 1957: I-II.

Hatta menekankan soal ‘Prakarsa Sendiri’ untuk Demokrasi. Di sinilah letak salah pengertian antara semangat Otonomi Daerah dengan alasan perlunya Pemekaran Daerah akhir-akhir ini. Pembentukan Pemko Berastagi, misalnya, didengungkan untuk meningkatkan perekonomian warga setempat. Tidak aneh, bila tantangan datang dari logika peredaran uang yang menganggap Pemko Berastagi merugikan bagian lain Kab Karo karena Berastagi adalah pemasuk terbesar Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kab. Karo.

Semangat Otonomi Daerah yang dibakar oleh Hatta dan kemudian igestungi Gus Dus saat menjadi presiden, soal utamanya bukanlah ekonomi, tapi Kemandirian. Otonomi Daerah adalah pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah berdasarkan prinsip negara kesatuan tetapi dengan semangat federalisme yang, dengan kata lain, “lain padang lain belalangnya”. Jadi, persoalannya tidak terbatas pada soal uang.

Tugas daerah otonom tidak lagi seragam, tergantung masing-masing daerah. Tidak ada lagi istilah Daerah Tingkat (Dati) I atau II. Setiap daerah, propinsi atau kabupaten, menjadi dirinya sendiri tanpa disetir dari atas. Desa bukan lagi unit administrasi pemerintah tingkat terendah, bukan lagi perpanjangan tangan pemerintah. Orde Baru mengadakan intervensi terhadap masyarakat adat menyebabkan kehancuran kebijaksanaan setempat, pengetahuan, sumber daya, dan kemampuan lokal. Masyarakat adat menjadi korban pengusaha hutan, industri, perumahan, dan pariwisata.

Pemko Berastagi sebaiknya mengobarkan kembali Semangat Otonomi Daerah dan tidak terlalu terpaku hanya pada soal duit.



 

No comments: