Monday, September 05, 2011

Dari Rimbun Lama Ke Westenberg

LORETA. MEDAN. Di Masa Penjajahan, ada satu wilayah bernama Deli. Wilayah ini terdiri dari Deli Hilir dan Deli Hulu. Deli Hilir terdiri pula dari 4 kejuruan Melayu, dan Deli Hulu terdiri dari 4 urung Karo. Keempat urung Karo adalah Urung Sinembah, Urung Sukapiring, Urung Sepulu Dua Kuta Lau Cih dan Urung Serbanaman.

Perjalanan Sora Sirulo Oktober lalu terkait dengan Urung Serbanaman. Urung ini berpusat di Sunggal. Karena Sunggal didirikan oleh Surbakti, merga ini menjadi cikal bakal keseluruhan wilayah Urung Serbanaman. Tapi, uniknya, tak satupun kampung di Urung Serbanaman selain Sunggal yang didirikan oleh merga Surbakti. Kebanyakan kampung di Urung Serbanaman didirikan merga Sinulingga. Selebihnya didirikan oleh Meliala dan Sitepu.

Hal ini dibenarkan Pak Barus (70) yang ditemui Sora Sirulo di satu warung kopi di desa Sampe Cita (Kec. Pancurbatu, Kab. Deliserdang). Selanjutnya Pak Barus, menuturkan bahwa Sampe Cita sendiri, dimana dia tinggal, adalah perkampungan baru. Kebanyakan penduduknya berasal dari Rimbun Lama. Satu per satu penduduk Rimbun Lama pindah ke Sampe Cita agar dekat ke jalan raya. Soalnya, Rimbun Lama berjarak sekitar 1 km dari jalan raya.

“Kini, Rimbun Lama telah menjadi daerah perladangan, tidak ada lagi orang yang tinggal di sana,” tutur Pak Barus.

Setelah mendapat penjelasan dari Pak Barus bagaimana menuju lokasi Rimbun Lama, Sora Sirulo meluncur ke sana. Sebuah daerah perladangan yang indah. Ada parit kecil yang airnya mengalir sejuk dan bening, melintasi pohon-pohon nipah. Tak jauh dari parit ini, terdapat sebuah ladang jagung. Di tengah ladang ada makam keluarga. Di dekatnya ada beberapa palas rumah.

“Itu adalah palas-palas bekas rumah pengulu,” tutur seorang ibu yang sedang mengangkut panen jagung dari ladangnya. “Hanya palas-palas itu yang tertinggal dari kampung lama (Rimbun Lama, red.),” tambahnya.

Tak berapa lama berselang, sebuah pedati kecil ditarik seekor kerbau datang mendekati. Ada dua ibu duduk di gerobaknya sambil menyontil tembakau sehabis mengunyah sirih. Seorang pria dewasa menghela kerbau agar mengikuti jalan.

Sungguh pemandangan Karo meski jaraknya hanya sekitar 20 km dari Medan.

Si Mantek Kuta

Pak Barus memang unik orangnya. Dia mengingat semua pendiri kampung-kampung (si mantek kuta) di sekitar Rimbun Lama. “Ini didirikan oleh Sitepu,” kata Pak Barus menunjuk ke Rimbun Lama dan kemudian menunjuk ke kampung-kampung lain yang kebanyakan didirikan oleh Sinulingga.

“Adakah kampung di Urung Serbanaman bernama Gunung Merlawan?” tanya Sora Sirulo.

“Oh, kalau mau ke Gunung Merlawan sebaiknya lewat Kutalimbaru,” jelasnya. “Ikuti jalan menuju Tandak Benua,” tambahnya lagi.

“Merga apa yang mendirikan Gunung Merlawan?” tanya Sora Sirulo. “Kalak Sinulingga enda,” jawabnya ringkas.

Sibayak Gunung Merlawan

Informasi tentang Gunung Merlawan sangat penting bagi Beno Westenberg (89) yang sedang mencari asal-usul nini tudungna, Negel br Sinulingga. Negel adalah istri dari Controleur van Simalungun en Karolanden (1904), Carel Westenberg. Beno adalah salah seorang diantara beberapa cucu Carel dan Negel yang tinggal di Belanda.

Beno senang sekali mendengar Sora Sirulo menemukan dimana letak Gunung Merlawan. Soalnya, selama ini Negel dikenal sebagai putri Sibayak Lingga. Padahal, kata Beno kepada Sora Sirulo di ruang tamu hotel Novotel Jl. Cirebon Medan [7/11], Carel menulis dari Bangun Purba ke ibunya di Den Haag bahwa istrinya Negel adalah putri Sibayak Gunung Merlawan.


Sejak 5 November lalu, Beno yang ditemani seorang putri dan seorang cucunya sedang mengadakan perjalanan kenangan masa kecil di Sumatera Utara. Salah satu kenangan yang tak terlupakan di Kabanjahe, katanya, ketika mandi di bawah pancuran bambu. “Huh ... dinginnya bukan main,” serunya sambil melakonkan rasa kedinginan.

(dimuat di Sora Sirulo Edisi November 2007)

No comments: