Wednesday, January 16, 2008

Tiada Rotan, Akarpun Jadi

Litina adalah seorang dukun beranak yang di sebuah desa terpencil di
Lolo'matua, Nias Selatan. Litina menjadi dukun beranak semenjak kurang
lebih 20 tahun yang lalu. Tidak ada yang mengajarkan kepadanya
bagaimana teknis menolong ibu-ibu yang akan melahirkan. Menurut Litina
dia mendapat ilham di ketika berdoa di gereja dan diberi pengetahuan
cara-cara menolong orang yang akan bersalin. Pengetahuannya terilham
begitu saja, tidak pernah ada diantara keluarga Litina, baik ibu atau
nenek yang pernah menjadi dukun beranak.

Litina mempunyai 12 orang anak, semuanya sudah dewasa. Menurut Litina,
ke-12 anaknya dilahirkan sendiri tanpa bantuan orang lain, hanya
ditemani suaminya. Ya, pembaca, melahirkan sendirian ditemani suaminya
yang menolong ala kadarnya. Waktu itu aku bertemu dengan salah seorang
anaknya kini berusia 17 tahun. Dia sempat menyaksikan kelahiran
adiknya, tidak ada yang membantu, ibunya hanya mengurut-ngurut
perutnya sendiri. Seperti itu jugalah pertolongan yang dilakukan
Litina terhadap ibu yang ditolongnya. Mengurut perut ibu hamil dan
membantu memotong tali pusar. Tetapi banyak juga ibu lain yang
bersalin sendiri, karena ada anggapan tabu jika kelaminnya kelihatan
oleh orang lain yang bukan keluarga sendiri, walaupun itu perempuan.


Ya, barangkali di jaman internet begini kita heran kemanakah paramedis
yang berwenang melakukan pertolongan kelahiran? Ketika berjalan-jalan
di kampung itu, aku melihat sebuah bangunan puskesmas yang tidak
terawat. Menurut orang kampung, pernah ada beberapa kali dokter atau
perawat yang tinggal di puskesmas, tetapi setelah 2 minggu atau paling
lama sebulan mereka biasanya menghilang. Beberapa teman LSM yang
bertugas di kampung tinggi itu yang kebetulan berkonsentrasi pada
kesehatan masyarakat merubah strategi. Para dukun beranak seperti
Litina dilatih dan diberdayakan untuk melakukan pertolongan persalinan
yang steril sesuai dengan prosedur kesehatan.

Sampai hari ini Litina tidak bisa menghitung sudah berapa kali
menolong ibu bersalin. Setiap memberikan pertolongan dia tidak pernah
menentukan imbalan atas jasanya. Biasanya para ibu yang ditolong akan
memberikan bahan makanan, atau potongan baju atau sama sekali tidak
mendapat apa-apa. Menurutnya itu tidak masalah, karena dia senang bisa
menolong orang lain.

Bagi Litina yang berat justru membiasakan diri melakukan pencatatan
atas bayi-bayi yang ditolong kelahirannya. Dia mencatat tanggal lahir,
jam lahir, tempat lahir, jenis kelamin, nama orang tua dan nama anak.
Biasanya dia melaporkan hasil catatannya kepada gereja untuk keperluan
pembabtisan si bayi kelak. Ternyata di sana, banyak sekali orang tak
tercatat, sehingga pemerintah sendiri barangkali tidak tahu berapakah
orang yang tinggal di atas gunung sana.

No comments: